Jumat, 24 November 2023
Masa Lalu Rumit Mengganggu Hak Untuk Hidup Sejahtera: Sejarah Gua Machpela
Rabu, 08 November 2023
Cara Aman Peduli Pada Sesama
Bencana alam, perang, dan berbagai peristiwa memilukan datang mengejutkan kita, entah kita siap atau tidak. Duka dan lara yang dialami para korban dipertontonkan di media setiap saat, sehingga kita iba pada penderitaan mereka.
Reaksi yang biasanya muncul adalah kita berusaha membantu
dengan cara ikut memikirkan solusi, atau menyalahkan pihak-pihak yang menjadi
penyebab penderitaan para korban (misalnya terkait perang atau kerusuhan).
Biasanya, seseorang yang tengah mengalami kesulitan hidup,
entah itu karena masalah ekonomi, pertengkaran dalam keluarga, patah hati,
kehilangan pekerjaan, banyak utang, dll., berusaha mencari “obat” guna
meredakan rasa sakitnya. Dan terkadang “obat” itu adalah dengan cara menaruh
empati kepada mereka yang bernasib lebih buruk dari kita.
Berempati pada penderitaan sesama itu baik, inilah kewajiban
kita sebagai makhluk sosial yang hidup di tengah masyarakat. Namun, empati
seharusnya muncul spontan dan ikhlas: tidak mengharap imbalan atau keinginan
“mengobati” penderitaan kita sendiri, agar kebaikan yang Anda lakukan dapat
diteruskan oleh seseorang atau pihak yang menerima kebaikan hati Anda.
Empati juga tidak semestinya menjadi bumerang bagi kita
sendiri, ketika orang yang kita tolong ternyata hanya sekadar memanfaatkan
ketulusan hati kita demi kepentingannya sendiri. Ketika si penerima amal Anda
terus mengharap pemberian Anda sebagai cara mengakhiri situasi sulit yang
dihadapinya.
Lantas, apakah ini artinya kita harus berhenti berempati
pada penderitaan sesama? Tidak juga. Cukup renungkan dulu poin-poin berikut ini
sebelum Anda memutuskan untuk memberi pertolongan pada seseorang:
Ada berlapis-lapis kisah mengapa seseorang bisa terjerembab
dan membutuhkan bantuan orang lain untuk bangkit. Kisah-kisah itu bisa sangat
mengejutkan, karena kita tidak pernah mengalaminya. Sebagaimana siang berganti
malam dengan sendirinya, apapun bisa terjadi di dunia ini.
Pastikan angan-angan Anda tidak berkelana, menebak-nebak, atau
melebih-lebihkan sebuah situasi yang sedang Anda lihat atau dengar. Biasakan
untuk tetap fokus pada apa yang ada di depan Anda, bukan pada apa yang ada di
dalam benak Anda.
Hindari bereaksi seketika itu juga pada segala hal dan dalam
segala situasi. Berikan waktu pada diri sendiri untuk menelaah suatu peristiwa
yang sedang dibeberkan ke hadapan Anda. Bersikap skeptis adalah hak kita,
jangan biarkan siapapun merebut hak ini dari tangan kita.
Orang-orang fear of
missing out, bagi mereka ketinggalan sesuatu itu menakutkan. Namun,
bereaksi salah terhadap suatu peristiwa itu lebih menakutkan lagi. Ingatkah
Anda gelombang sanksi untuk Rusia atas penyerbuannya ke Ukraina? Itu semua
berawal dari reaksi kemarahan warga net.
Kita bisa mengetahui apa yang terjadi di belahan dunia lain
yang bermil-mil jauhnya melalui media massa. Perlu diingat bahwa media massa
tidak selalu netral; mereka membuat berita berdasarkan berbagai faktor, salah
satunya pandangan politik media itu sendiri. Media juga membuat berita yang
selaras dengan kepentingan pihak-pihak yang mendanainya.
Agar dapat menentukan sikap terhadap suatu peristiwa
memilukan (misalnya, konflik), kita perlu mencerna informasi dari berbagai
media mengenai peristiwa itu. Masalahnya, seringkali media yang tidak seiring
dengan kepentingan nasional akan disisihkan, sehingga sulit bagi masyarakat
biasa mendapat informasi yang berimbang.
Nestapa yang dialami orang lain menimbulkan perasaan iba,
bahkan ada juga yang merasakan kesedihan ekstrem. Wajar jika kita merasa
tergerak untuk membantu orang yang sedang mengalami kesulitan, karena jauh
dalam lubuk hati kita juga ingin dibantu bila mengalami situasi yang sama.
Bantuan yang kita berikan jangan sampai mempersulit kita
sendiri di belakang hari, karena selalu ada konsekuensi atau risiko dari
keputusan apapun yang kita ambil. Di sinilah pengendalian diri menjadi kompas
Anda untuk mengukur dan menentukan sejauh atau sebesar apa Anda bisa membantu mereka
yang membutuhkan.
Ibarat memberi uang receh pada pengemis, lupakan apa yang
sudah pernah Anda lakukan untuk menolong seseorang. Melupakan kebaikan yang
Anda lakukan adalah cara untuk menjadi ikhlas, sebesar atau sekecil apapun
milik Anda yang Anda lepaskan untuk menjadi milik orang lain.
Pada akhirnya, kita harus kembali ke kehidupan kita sendiri dan tanggung jawab masing-masing. Dan menjalani rutinitas itu tidak mudah, karena problematika hidup setiap saat tidak pernah sama. Kita masih butuh tenaga dan kekuatan hati kita untuk mengemudikan kapal kita agar tidak tenggelam di tengah pasang surut laut kehidupan. Apabila semua Anda berikan untuk orang lain dan tak tersisa apapun, lalu dengan apa Anda akan menjalani hidup ini?
Ketika Self-Respect Sirna Ditelan Pragmatisme
Menarik janji dan pendirian seolah menjadi tren, dan para pelakunya pun tak lagi khawatir akan konsekuensi perilaku menyimpang semacam ini. ...
-
Kesulitan ekonomi bukanlah sesuatu yang memalukan, bisa menimpa siapa saja dan di mana saja, mulai dari seorang ibu tunggal di pedesaan samp...
-
Karena satu dan lain hal, kita berutang pada seseorang, sebuah bank, pinjaman online, atau pihak manapun sebagai pemberi pinjaman. Dengan me...
-
Menarik janji dan pendirian seolah menjadi tren, dan para pelakunya pun tak lagi khawatir akan konsekuensi perilaku menyimpang semacam ini. ...