Minggu, 01 Mei 2022

Selektif Beramal Juga Perbuatan Mulia

Di awal masa pandemi 2020 lalu, seruan beramal dan membantu sesama kencang diperdengarkan ke seluruh pelosok dunia. Ada kelompok musisi yang menggalang dana untuk para nakes, ada grup alumnus sekolah yang membagikan makanan gratis untuk siapa saja. Bagi mereka yang kehilangan penghasilan akibat kuncitara global saat itu, makanan gratis bisa sedikit membantu mengisi perut yang lapar. Adalah sifat alami manusia yang mudah tersentuh dan iba terhadap kesusahan orang lain ketika dirinya sendiri juga mengalami kesulitan yang tidak jauh berbeda. Tidak sedikit orang di luar sana yang, meski di tengah kesulitan keuangan, ikut trenyuh saat melihat atau mengetahui penderitaan sesamanya di media sosial. Mereka memproyeksikan rasa berat yang tiap hari bersarang di dalam kalbu kepada orang-orang lain dengan situasi yang kurang lebih sama.

“Among its other benefits, giving liberates the soul of the giver,” kata Maya Angelou. Sesungguhnya memberi (bantuan) akan membebaskan jiwa si pemberi. Secara kalkulasi matematika atau akuntansi, jelas pemberi akan rugi karena sebagian dari miliknya tidak lagi menjadi haknya setelah diberikan kepada orang lain. Jadi bagaimana bisa jiwa si pemberi akan bebas setelah dirinya melepaskan sesuatu yang menjadi miliknya? Apakah kita berharap pemberian kita untuk orang lain akan kembali dalam bentuk lain? Apakah kita sudah ikhlas saat beramal? Jawaban untuk pertanyaan ini sangat layak menjadi PR bagi kita semua.

Sungguh beruntung apabila Anda masih mempunyai sesuatu untuk diberikan kepada orang lain yang membutuhkan. Karena jika tidak, sebagian orang akan beralih ke media sosial untuk mengungkapkan rasa simpati mereka dan teman-teman medsos kita tidak akan pernah tahu apakah pernyataan simpati itu datang dari lubuk hati terdalam. Ataukah kita sedang memproyeksikan kegalauan yang kita alami kepada pihak lain. Terlepas dari berbagai kontroversi belakangan ini, bagi sejumlah kalangan media sosial masih layak disebut sebagai wadah menyalurkan kebebasan berpendapat dan meminta bantuan.

Bercermin dari konflik Rusia-Ukraina, Presiden Ukraina Voldymyr Zelensky menggunakan akun Telegram (yang ironisnya adalah hasil karya jutawan IT asal Rusia, Pavel Durov)-nya untuk menarik simpati dan menggalang bantuan senjata dari negara-negara Eropa, Amerika, bahkan Asia. Ketika operasi militer Rusia di Ukraina dimulai 24 Februari 2022 lalu, sejumlah negara mengirimkan bantuan senjata stok lawas dari era Uni Soviet, misalnya sistem rudal S-300 yang didonasikan Slovakia dan helikopter Mil MI-17 dari Amerika Serikat sebagai bagian paket bantuan senilai 33 biliun dolar. Sejak awal, angkatan bersenjata Rusia hanya menargetkan demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina tanpa menyerang warga sipil. Pada gilirannya, semua bantuan ini bisa dikatakan muspro (istilah Jawa), sia-sia belaka karena dimusnahkan pasukan Rusia. Menurut sebuah laporan, bantuan senjata dari Barat yang tidak dihancurkan akan dijual di pasar gelap, mengingat Ukraina adalah salah satu pasar gelap senjata terbesar di Eropa.

Bantuan salah sasaran

Beberapa tahun lalu, bermunculan kelompok-kelompok kecil yang mengedarkan kotak amal di sejumlah lampu merah yang dipadati pengguna jalan di kota saya. Bendera sebuah negara di mana konflik terjadi menahun mereka kibarkan di tepi jalan. Seorang teman bertanya kepada saya, bagaimana cara memastikan bahwa sumbangan yang kita berikan benar-benar sampai di negara tersebut? Sekedar tambahan bagi wawasan kita, kasus penipuan berkedok amal atau donasi merupakan fenomena umum di Amerika Serikat sehingga FBI membuka saluran komunikasi khusus bagi mereka yang menjadi korban modus ini.  Reuters menjabarkan beberapa kesalahan umum yang biasa dilakukan para donatur, yaitu menyumbang di bawah 25 dolar dan “terlalu dermawan.” Alasannya, bila donatur menyumbang terlalu sedikit maka penipu berkedok amal bisa meminta lebih banyak lagi. Lalu kita teringat pada permintaan sumbangan bernuansa emosional dan mengundang rasa iba seperti postingan Telegram Mr. Zelensky.

Mereka yang tidak dalam kapasitas prima untuk menyumbang dalam bentuk uang atau barang cenderung memilih menyampaikan keprihatinan di akun media sosial, dengan tujuan agar lebih banyak orang yang peduli dan memberikan sumbangan dalam bentuk riil. Lagi-lagi soal operasi militer khusus Rusia di Ukraina, bagi sebagian besar orang pihak penyerang adalah agresor biadab yang tak layak jadi bagian komunitas global terlepas dari alasan apa pun di balik serangan tersebut. Pertentangan antara si lemah dan si kuat menjadi sumber inspirasi abadi bagi cerita fiksi, dipertontonkan secara massal berulang kali sebagai doktrin tentang banalitas kekejaman suatu pihak. Ketika Rusia melumpuhkan beberapa fasilitas militer Ukraina, kita tak perlu menunggu lama untuk tahu bagaimana reaksi mayoritas warga net seluruh dunia, khususnya dari negara-negara Uni Eropa dan NATO.

Hujatan untuk Rusia, Presiden Rusia Vladimir Putin, angkatan bersenjata, dan warga sipil Rusia menghiasi berbagai kanal media sosial sejak saat itu. Bahkah platform sejuta umat, Facebook, sempat melegalkan ujaran kebencian bagi warga negara Rusia sebelum dibatalkan beberapa saat kemudian. Adalah manusiawi bagi setiap manusia bereaksi emosional terhadap situasi di Ukraina saat ini. Sebuah studi menyimpulkan, para pengguna yang sering menggunakan internet untuk hiburan, berkomunikasi, dan mencari informasi cenderung menunjukkan perilaku yang lebih agresif, bermusuhan, dan secara psikologis mampu mengatasi pengaruh informasi konteks. Artinya, seorang gamer cenderung mudah tergerak secara emosional dan menyebarkan Russophobia akibat cuitan pendek di Twitter yang dilihatnya tentang kuburan massal para korban pembantaian serdadu Rusia tanpa meneliti lebih jauh tentang kebenaran informasi itu.

Bantuan “beracun”

“Beramal tak perlu menunggu kaya,” kata tukang kayu yang pernah bekerja untuk keluarga kami beberapa tahun lalu. Ya, siapa saja bisa beramal. Sering merasa tidak berdaya karena tidak punya banyak uang cenderung membentuk mental yang pasrah pada keadaan, menyabotase diri sendiri, selalu merasa miskin, dan kehilangan daya juang untuk mengatasi keterbatasan. Beramal, meski sedikit jumlahnya, setidaknya bisa membantu membangkitkan semangat dalam menjalani rutinitas sehari-hari.

Akan tetapi di tengah inflasi tinggi dan kian mahalnya biaya hidup, beramal menjadi suatu tantangan bagi mereka yang menganggapnya sebagai suatu kewajiban atau kepedulian terhadap sesama manusia. Sebagian orang mencoba mengkaji kembali sejauh mana amal mereka bermanfaat, atau malah memicu kemalasan. Belum lagi berbagai risiko penipuan berkedok amal yang disebut di atas.

Pertimbangan yang sama sudah seharusnya berlaku ketika Anda merasakan dorongan emosional dan ingin memberikan dukungan untuk sebuah cause, fenomena, atau kemalangan yang sedang ramai dibicarakan orang. Beramal atau berdonasi lebih baik diberikan kepada seseorang, kelompok masyarakat, atau pihak yang kita ketahui dan pahami dengan baik latar belakang, aktivitas, visi dan upaya mereka mengatasi kesulitan. Ingat, zaman sudah berubah. Komentar dan jempol kita di media sosial adalah “donasi” kita pada wacana atau pemikiran yang sedikit banyak bisa mengungkapkan siapa sesungguhnya dan apa yang tersembunyi di benak kita. Seorang pengguna media sosial yang aktif memiliki daya tarik memesona mata para bandit dunia hitam yang ingin merekrut pribadi-pribadi unik untuk memperkuat barisan mereka.

Dukungan saya untuk Rusia sebagian besar berawal dari keisengan mempelajari sejarah, ideologi, pandangan politik, kebijakan-kebijakan, serta karakter masyarakatnya sejak masa kuliah hingga saat ini. Tidak semuanya saya setuju, tetapi ambisi Amerika Serikat dan para sekutunya tentang dunia yang unipolar perlu dikritisi karena bertolak belakang dengan prinsip-prinsip kesetaraan global. Saat ini, Rusia (dan negara-negara pendukungnya) adalah satu-satunya yang mampu mempersulit Barat mencapai tujuan nya.

Ketika Self-Respect Sirna Ditelan Pragmatisme

Menarik janji dan pendirian seolah menjadi tren, dan para pelakunya pun tak lagi khawatir akan konsekuensi perilaku menyimpang semacam ini. ...