Selasa, 28 Februari 2012

YANG SEMPURNA


“ jer basuki, mawa bea “

       Hingga pertengahan 2011, setiap perempuan muda, dewasa, tua, muda, ABG, STW ( setengah tuwa ), gadis, janda dan perawan tua, baik yang tinggal di desa maupun di kota, real estate maupun pemukiman tepi kali, apartemen maupun rumah susun di segenap penjuru tanah air patut dan sangat iri hati serta berkhayal menjadi Angelina Sondakh. Betapa tidak, all Indonesian women dream ( pernah ) tergenggam erat di jemarinya:  cantik jelita, berotak cemerlang, karismatik, kaya raya, buah hati imut nan lucu-lucu, plus ( alm. ) suami yang ganteng dan anggota DPR pula !   Angie, pada saat itu, dinobatkan sebagai trendsetter kemapanan segala bidang bagi para perempuan pekerja di Indonesia, karir nan bersinar sekaligus keluarga bahagia sejahtera.  
         Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sempurna tidak saja menarik, mencengangkan plus menakjubkan, namun juga  ‘ utuh dan lengkap segalanya ( tidak bercacat dan bercela ) ‘. Sekarang setelah tersingkaplah segalanya di balik wajah ayu sang Putri, saya jadi mempertanyakan kembali, apakah jebakan senantiasa mengikuti di tiap-tiap kesempurnaan itu sendiri, dan mengapakah kita dedikasikan segenap usia demi merengkuhnya ? Bukankah kesempurnaan bulan purnama yang mempesona ternyata juga palsu, karena cahayanya berhasil menyembunyikan wajah bopeng dan berlubang akibat salah pakai kosmetik murahan ?  Bulan purnama yang katanya sempurna pun ternyata tidak 100 % sempurna. Namun toh kita tetap memanggil bulan yang terbit bulat penuh itu dengan sebutan ‘ bulan purnama ( purnomo dalam bahasa Jawa, yang artinya sempurna ) ‘, iya enggak ?

Kejarlah Daku, Kau Kupalak
       Boleh-boleh saja  kita bercita-cita mengejar kesempurnaan hingga ke lapis langit ke-7.  Namun, ‘ jer basuki mawa bea, ‘ kata orang Jawa ( lagi ). Demi meraih sesuatu, dibutuhkan pengorbanan. Demi meraih kesempurnaan secara fisik, ada harga yang harus kita beli. Hunian cluster, smartphone, kendaraan bermotor roda dua, tiga dan empat, computer tablet dan kapsul , sepanjang yang digunakan sebagai alat pembayaran adalah duit yourself dan bukannya duit Negara, ngapain juga saya musti sirik ? ( Dan dalam hal ini para desainer produk adalah kaum yang patut diacungi jempol karena kecerdikan mereka berhasil membangun imaji tanpa cela melekat pada suatu produk, serta merta mencambuk semangat masing-masing pengejar nafsu  kesempurnaan berlomba memilikinya ). 
       Konon, di suatu pertengahan bulan, Anda duduk termenung. Kalender belum lagi habis, tapi dompet sudah rata beserta isinya. Sambil menopang dagu menggerutu dalam hati,sudah bekerja siang dan malam, namun masih diteror tagihan ini itu. Mungkin kurang keras membanting tulang, sehingga jumlah uang yang didapat cuma segitu-segitu melulu. Atau jangan-jangan para juragan dan atasan kita telah curang, merekayasa laporan keuangan perusahaan, menyembunyikan rapat-rapat laba perusahaan agar tak sampai tercium keluar, karena akan digunakan untuk membayar tagihan dan hutang-hutang ini itu mereka sendiri ? ( Sambil buru-buru mengorganisir demo dan pemogokan menuntut kenaikan upah, dan kalau ternyata perusahaan menolak ya kita menuntut pengurangan jam kerja saja. Mudah kan ? ).
      Berangkat dari premis, pekerja yang baik bukanlah mereka yang bekerja lebih keras, melainkan bekerja lebih cerdas daripada kawan-kawannya, maka ke’cerdas’an masing-masing pun dimaksimalkan guna menggelapkan serta membangun jaringan mafia anggaran, memanipulasi laporan keuangan, jurnal pajak, laporan laba rugi, dsb, dll, dst,, mencari-cari celah dan jalan tikus untuk mengalirkan sekeping dua keping rupiah yang sedang menganggur ke dalam kantong sendiri. Meski lincah melompat kesana dan kemari, Anda, meski memiliki kemampuan meramal pun, tak akan pernah tahu pada lompatan yang ke berapa akan jatuh meluncur bebas. Meski toh memegang setumpuk uang untuk menyogok hakim dan jaksa, mampukah mereka mencuci bersih noda pada nama Anda ? Oleh karena itu, demi kenyamanan dan keamanan di hari tua, would you please look again before you leap, ladies and gentlemen ? Yah, kecuali Anda ingin memecahkan rekornya Gayus Tambunan sih.

Pahit Yang Termanis
       Dalam kedukaan dan kesulitan hidup kita mendambakan kemudahan dan kesenangan sebagai obat pencuci segala yang tidak enak enyah untuk selama-lamanya. Contohnya saya. Semenjak mengurangi rokok yang 4 bulan yang lalu mengepul bak asap lokomotif kereta api jadul, kebiasaan baru jadi giat bersemi : ngemil. Tak sesuatu halangan pun mampu menghalanginya. Semakin tanggal tua, semakin mulut tidak berhenti makan. Kalau perlu berhutang di warung langganan, saya lakoni dengan gagah berani. Ada beban yang tak henti menggelayuti pikiran. Solusi ? Entah kemana perginya. Duduk manis, menatap layar laptop dan sambil mengunyah kacang-kacangan mungkin adalah pelarian terbaik secara tidak menetap.
        -2+(-2) = 4. Dari persamaan matematika di atas dapat kita simpulkan bahwa sesuatu yang negatif jika ditambahkan dengan yang negatif pula, maka hasilnya akan positif.  Namun, jangan buru-buru menyamaratakan, bahwa semua keadaan yang negatif, kisruh, kacau, balau, rusak dan parah itu serta merta menjadi positif jikalau dituangi semangat destruktif, suicide tendencies, patah hati, putus asa dan kegalauan lainnya. Atau kita harus sama-sama memikul tanggung jawab akibat meluasnya keos massal. Lalu negatif dari spesies apakah yang bisa kita konvert menjadi positif ? Ialah semua kenegatifan yang tak kuasa kita tolak, tapi  harus ditelan mentah-mentah. Semua kenegatifan yang ingin kita teriakkan kencang-kencang, namun mulut sudah terlanjur disegel peraturan-peraturan. Semua yang ingin kita hindari, tapi sudah tiada tempat sembunyi.
      Diantaranya adalah sifat negatif yang merupakan hasil peristiwa, atau sedang berlangsung di alam raya. Misalnya, bencana alam dan cuaca ekstrim. Pencemaran lingkungan juga bisa dikategorikan peristiwa negatif di alam, yang diakibatkan ulah tingkah manusia. Beberapa orang merasakan ketidakpuasan ( yang mana adalah perasaan negatif juga ) melihat situasi tersebut. Mereka mengendapkan baik-baik, mengkontemplasikan kedua spesies negatif tersebut di dalam diri terlebih dahulu dan mendiskusikannya bersama kawan-kawan sepermainan.  Sebuah kata diputuskan, dan lahirlah organisasi semacam Greenpeace dsb.  yang memilih jalan panjang beronak duri demi sesuatu yang mereka yakini.
       Daun pare dan pepaya itu pahitnya setengah mati. Toh, keduanya terkenal sebagai obat alami untuk berbagai macam penyakit seperti flu, batuk, pilek, wasir, rabun malam bahkan kanker. Akan tetapi, karena hidup itu pilihan, maka Anda masih bisa memuntahkannya kembali jika tidak suka. Lain kali tambahkan gula, atau garam sebelum menelannya. 
 ( Swastantika )
           

           
           
           
                 
           
           
           
           
           

Ketika Self-Respect Sirna Ditelan Pragmatisme

Menarik janji dan pendirian seolah menjadi tren, dan para pelakunya pun tak lagi khawatir akan konsekuensi perilaku menyimpang semacam ini. ...