Bisakah manusia "menjadi Tuhan"? Simak jawabannya di video ini.
Kamis, 28 September 2023
Senin, 25 September 2023
Kita atau Mereka: Ketika Agama Tidak Mempersatukan
Dalam sebuah survei tentang religiusitas terungkap bahwa Indonesia adalah negara di mana 96% penduduknya percaya kepada Tuhan, sehingga bisa disimpulkan bahwa Indonesia adalah negara paling religius di dunia. Temuan ini ditanggapi biasa saja bagi sebagian orang, karena pada kenyataannya nilai-nilai agama hanya sebatas rutinitas dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, religius bukan berarti bebas korupsi (misalnya).
Di masa pemerintahan Suharto (1968-1998), gesekan antar umat
beragama tidak pernah terjadi berkat adanya peraturan tegas yang mengatur
bidang sensitif ini. Kebijakan Suharto cenderung memperlakukan semua agama
secara sama, bahkan menekan ‘kebebasan beribadah’ (menurut anggapan beberapa
orang), guna mencegah munculnya dominasi suatu kelompok. Kebijakan yang sama
juga diterapkan Lee
Kuan Yew, salah satu pemimpin Asia Tenggara yang cukup disegani sampai saat
ini.
Akibat kekeruhan politik di sekitarnya, apa yang diterapkan
Suharto ditinggalkan jauh-jauh oleh para penerusnya, kecuali Presiden Indonesia
ke-4, Abdurrahman Wahid, yang masa jabatan sangat singkat. Setelah beberapa
pergantian kepemimpinan, ada satu pertanyaan penting yang kian nyata menghantui
kehidupan bangsa paling religius di dunia. Manakah yang lebih wajib dipatuhi,
peraturan agama atau peraturan negara?
Perang dan agama
Pertanyaan itu tidak akan sulit dijawab apabila suatu negara
berideologi hukum agama, misalnya Iran dan Arab Saudi. Berabad silam, dorongan
kehendak menegakkan hukum agama menjadi salah satu penyebab utama Perang Salib
yang berlangsung selama dua abad (abad 15-abad 17) bagi kubu Islam. Sementara
di kubu Katolik dan Kristen, mencari ampunan Tuhan dan laku tobat adalah
motivasi utama mereka berjuang di medan pertempuran suci itu.
Membicarakan peristiwa ini mungkin mengungkit kembali luka
lama yang ingin kita lupakan, tetapi dampaknya terus menghantui hingga saat
ini. Sebagai pihak pemenang dalam Perang Salib, Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman
Empire) merampas wilayah Byzantium yang sebelumnya menjadi Pusat Kristen
Ortodoks Timur. Para pemimpin Turki dan para penerusnya memang memberikan
perlindungan pada umat Kristen dan Yahudi di wilayah itu di bawah aturan
tersendiri.
Sebuah perang dahsyat (Great
Turkish War) mengubah semuanya. Pertama, karena Utsmaniyah menderita
kekalahan dalam perang melawan Liga Suci (Kekaisaran Romawi Suci,
Polandia-Lithuania, Hongaria, Kekaisaran Rusia, Venesia). Kedua, keterlibatan
Utsmaniyah dalam perang itu berawal dari penandatanganan kesepakatan antara seorang
pemimpin Kazaki (Cossack) Kristen Ortodoks, Petro
Dorosenko, dengan Kesultanan Utsmaniyah sebagai upaya mempertahankan diri
dari serangan Polandia.
Bagaimana perasaan seseorang yang kalah dalam pertempuran?
Kata apapun yang menjadi jawaban pertanyaan ini, itulah penyebab Kesultanan
Utsmaniyah mengubah sikap terhadap kaum non-Muslim yang selama ini mereka
lindungi. Kekalahan dari Liga Suci diduga kuat sebagai penyebab menguatnya
nasionalisme Turki yang mendorong tumbuhnya sentimen anti non-Muslim dan anti
orang asing.
Orang-orang Kristen Ortodoks Armenia
menjadi korban pertama gerakan ultranasionalisme di Turki pasca perang, meski
para sejarawan hingga saat ini masih memperdebatkan detail jalannya peristiwa
itu dan jumlah korbannya. Selama berlangsungnya Perang Dunia II orang-orang
Kristen Ortodoks Serbia menghadapi tragedi
terburuk sebelum era Perang Balkan yang jarang dibahas, mungkin lantaran
alasan miris yang melatarbelakanginya diam-diam disesalkan beberapa kalangan. Di
abad 21, Gereja
Kristen Ortodoks Ukraina (Ukrainian Orthodox Church) dibubarkan pemerintah
Ukraina karena menolak fusi dengan OCU (Orthodox Church of Ukraine) dan salah
satu biara mereka ditutup.
Lalu, harus bagaimana?
Religiositas itu besar maknanya dalam membentuk persepsi
manusia tentang kehidupannya sendiri dan sekelilingnya, tanpa mengecilkan
berbagai faktor lain yang juga berperan besar dalam hal ini. Masing-masing
agama besar di dunia saat ini terbentuk dan eksis berkat proses panjang
berabad-abad yang membentuk perspektif masing-masing agama itu sendiri tentang
banyak hal lain di luar diri mereka.
Para pemuka dan penyebar agama membawa persepsi ini di dalam
ajaran mereka dan meneruskan pesan mereka pada masyarakat di tempat lain. Maka
tidak heran apabila kadang kala kita mendengar seseorang memiliki visi agamis
yang tidak sesuai dengan kaidah norma-norma budaya di mana kita berada. Namun,
menyerang mereka secara frontal juga tidak disarankan karena itu artinya kita
menganggap serius apa yang sedang mereka lakukan.
Situasi beberapa bangsa di muka Bumi ini unik satu sama
lain, tetapi keunikan ini sedang terancam di bawah wacana “pembangunan
modernitas yang berkelanjutan”. Ajaran yang kita butuhkan untuk menghadapinya harus mampu mengajak kita untuk wawas diri, fokus pada suasana
batin kita terlebih dahulu agar tidak mudah syok mendapati kenyataan hidup.
Itulah yang sebaiknya kita lakukan sebelum memutuskan untuk “mengobati” dunia.
Selasa, 05 September 2023
5 Tips Menghadapi Kesulitan Ekonomi
Kesulitan ekonomi bukanlah sesuatu yang memalukan, bisa
menimpa siapa saja dan di mana saja, mulai dari seorang ibu tunggal di pedesaan
sampai pengusaha di kota besar. Tidak ada satu atau serangkaian solusi tunggal
yang bisa menyelesaikan masalah ini, karena kesulitan ekonomi adalah hasil dari
berbagai faktor yang saling berkelindan, tarik menarik, dan tergantung satu
sama lain.
Media cetak, daring, elektronik sudah banyak membahas
penyebab kemerosotan ekonomi global saat ini, dan saya tidak akan membahasnya
di sini. Apabila saat ini Anda sedang mengalami kesulitan ekonomi, jangan
khawatir, Anda tidak sendiri.
Inilah beberapa cara yang bisa Anda terapkan.
“Masalahmu
bukanlah dirimu”
Ya, masalah Anda dan diri Anda adalah dua entitas yang
berbeda. Anda mungkin seorang anak muda, ayah, ibu, atau lansia yang memiliki
nama dan segala hal yang bisa diidentikkan dengan keberadaan Anda sebagai
manusia.
Sedangkan masalah Anda punya nama, tetapi dia bukanlah benda
hidup. Dia adalah situasi atau sekumpulan situasi yang membuat batin dan
pikiran kita terasa berat. Lalu mengapa kita harus takluk pada benda mati?
Bersih-bersih
Masihkah ingat di masa pandemi lalu saat kita tinggal di
rumah saja berhari-hari sampai berbulan-bulan? Kita menyibukkan diri dengan
berbagai aktivitas yang bisa dilakukan di rumah, di antaranya membersihkan
rumah dan area di sekitarnya.
Sesulit apapun situasi ekonomi yang harus kita hadapi,
jangan korbankan kenyamanan diri kita dan seluruh anggota keluarga. Tempat
tidur, kamar mandi, dapur, ruang kerja, bahkan kamar anak-anak Anda harus dalam
kondisi rapi agar tidak memperberat benak yang sedang tertekan.
Menjaga diri sendiri
Sering kita mendengar kisah orang-orang yang tidak mau makan
demi menghemat makanan di rumah. Ini kurang tepat karena sama artinya dengan
Anda menyakiti diri sendiri. Tubuh perlu makan untuk mendapat energi agar bisa
beraktivitas dan berpikir jernih dari waktu ke waktu. Sarapan dan makan siang
itu penting, makan malam bisa Anda lewatkan bila ingin berhemat sekaligus
mengurangi berat badan.
Menjaga kebersihan diri juga penting. Mandi, gosok gigi,
mencuci rambut, bercukur, dll. itu krusial sebagai bentuk penghormatan kita
pada tubuh kita yang bekerja keras dan memutar otak tanpa henti mencari solusi
mengatasi masalah ekonomi.
Olahraga
Orang cenderung malas berolah raga karena dipandang tidak
mendatangkan uang untuk membayar tagihan atau membeli makanan. Justru kepenatan
pikiran dan perasaan kita harus disalurkan dalam bentuk aktivitas fisik, karena
energi negatif yang menjadi penyebab stres dan depresi bisa ditipiskan dengan
cara berolah raga secara rutin.
Anda tidak harus melakukan olahraga kelas berat jika kondisi
fisik tidak memungkinkan, jalan-jalan pagi di sekitar tempat tinggal pun sudah
cukup dan akan bermanfaat bila dilakukan teratur. Ingatlah pepatah mens sana in
corpore sano, dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat.
Meditasi
Meditasi bisa diterapkan semua orang apapun agama dan
kepercayaannya, apabila mereka bisa menerimanya sebagai penerapan universal oleh
umat manusia secara umum. Meditasi adalah sebuah aktivitas di mana kita
mengistirahatkan pikiran kita dari berpikir, mendiamkan suara-suara negatif di
dalam benak yang cenderung membuat kita justru merasa lebih tertekan di tengah
kerumitan apapun.
Seorang ahli neurologi mengakui manfaat meditasi dalam
membantu manusia membugarkan kembali otak yang performanya turun dari tahun ke
tahun akibat berpikir tanpa henti. Ibarat gadget yang perlu dimatikan setelah
lama digunakan, otak manusia akan segar setelah diistirahatkan untuk beberapa
saat melalui meditasi.
Skala keparahan, jenis, dan cakupan kesulitan ekonomi tiap
orang berbeda karena manusia tidak sama satu sama lain Tidak ada satu obat yang
ampuh menyembuhkan semua halangan ini seketika.
Penjelasan di atas adalah sedikit cara yang bisa Anda
terapkan untuk memberikan jarak/ ruang antara Anda sebagai seseorang dan
masalah atau situasi Anda saat ini.
Kesulitan ekonomi memang tidak akan hilang setelah Anda bermeditasi dan berolah raga. Namun, jiwa dan raga akan terasa bugar dan cerah sehingga Anda akan bisa melihat jalan keluar yang sudah Anda cari-cari selama ini.
Ketika Self-Respect Sirna Ditelan Pragmatisme
Menarik janji dan pendirian seolah menjadi tren, dan para pelakunya pun tak lagi khawatir akan konsekuensi perilaku menyimpang semacam ini. ...
-
Kesulitan ekonomi bukanlah sesuatu yang memalukan, bisa menimpa siapa saja dan di mana saja, mulai dari seorang ibu tunggal di pedesaan samp...
-
Karena satu dan lain hal, kita berutang pada seseorang, sebuah bank, pinjaman online, atau pihak manapun sebagai pemberi pinjaman. Dengan me...
-
Menarik janji dan pendirian seolah menjadi tren, dan para pelakunya pun tak lagi khawatir akan konsekuensi perilaku menyimpang semacam ini. ...