Jangan khawatir karena
saya tidak sedang berupaya mengundang kontroversi dan polemic dengan menjual
jasa pemburu hantu, jimat anti miskin, susuk anti memble dan berbagai jasa di
bidang metafisika lainnya. Telah disepakati bersama bahwa definisi arwah secara
umum adalah sesuatu yang tertinggal dari seseorang yang telah lama meninggal,
alias rohnya. Ajaran agama mengatakan bahwa perbuatan manusia semasa hidup akan
menentukan dimana tempat arwah mereka nantinya. Manusia jahat berada di tempat
yang sepantasnya, begitu pula para manusia budiman. Sementara para manusia hidup
yang ditinggalkan tak jemu melantunkan doa agar sang arwah tidak tersesat dan
berada di tempat yang salah.
Kita, entah karena
penyesalan yang teramat pedih karena kehilangan atau penolakan terhadap
kenyataan bahwa dia sudah menjadi sekedar nama, tidak dapat berbuat apapun
untuk menolong orang yang sudah meninggal, termasuk dari kesalahan yang telah
diperbuat semasa hidupnya. Merupakan sebuah dilemma besar saat mengetahui bahwa
sosok malaikat di mata kita, misalnya, merupakan syaitan pembawa bencana bagi
segolongan lainnya. Kenyataan yang saling berlawanan semacam ini dapat menjadi
sesuatu penelanjangan terhadap segolongan orang yang telah mengabdikan diri
kepada juragan bermental menyimpang. Para mantan anak buah mungkin akan
menyangkal dengan penuh keluguan, dan mengedepankan ketidaktahuan mereka
terhadap pribadi terpendam sang juragan sebagai pleidoi absurd. Mustahil
rasanya seorang pembantu tidak dapat mengenali kebiasaan majikannya setelah
bekerja atas perintahnya selama bertahun-tahun.
Kita punya dua pilihan
untuk mengatasinya dengan sukses, menutup telinga rapat-rapat atau mendistorsi
secara membahana sisi-sisi putih serta menyamarkan sisi-sisi hitam daripada
sang tokoh almarhum/ almarhumah. Meski kedengaran seperti semacam upaya
pembohongan public, namun toh sebagian kalangan tetap melaksanakannya. Tidak
etis, kilah mereka, tidak ada gunanya mengungkap keburukan tentang seseorang
yang sudah meninggal. Yang lalu biarlah berlalu, saatnya kini menatap masa depan.
Namun, sebab dan akibat adalah sepasang pengantin yang tidak sejajar, ‘akibat’
lahir sesudah ‘sebab’. Sesederhana seorang petani yang akan selalu membajak
sawahnya dari sisi tepi sebelum mencapai bagian utama. Jejak yang terlewati,
atau sengaja dilewati, sama sekali tidak membantu seekor anjing untuk menemukan
jalan pulang. Begitupun sebuah jejak
yang telah dihapus akan memaksa pengembara membuang waktu lebih lama lagi untuk
mencari jalan keluar.
Tersesat Di Jalan ( Negara ) Tetangga
Kepergian Margaret
Thatcher, mantan Perdana Menteri pertama Inggris era 1979-1993, dianggap telah
membangkitkan kembali kenangan pahit terhadap momen tergelap dalam sejarah
Inggris. Pada hari pemakamannya April lalu, puluhan orang berdiri membelakangi
mobil pembawa jenazah Thatcher sebagai penolakan pemberian penghormatan
terakhir kepada perempuan yang berjuluk The Iron Lady. Bahkan sebuah poster
bertuliskan ‘Dies In Shame’ ( wafat dalam kehinaan ) dibawa salah seorang warga
sebagai ucapan pengantar Thatcher ke liang kubur. Bagi sebagian warga Inggris
era kepemimpinan Thatcher adalah mimpi buruk yang begitu perih, hingga kematian
pun tak mampu membayarnya.
Semasa hidupnya Thatcher
adalah penganut ekonomi pasar bebas hasil pemikiran para tokohnya, antara lain
Milton Friedman dan Alan Walters. Ia merancang deregulasi keuangan dengan
memangkas anggaran pemerintahan dan memasang target inflasi Inggris yang saat
itu mencapai 25%. Thatcher percaya bahwa efisiensi pasar akan tercipta dengan
sendirinya jika pemerintah mengurangi peran dalam mengontrol pasar. Untuk itu
dirinya memprivatisasi sejumlah perusahaan milik pemerintah seperti British
Gas, British Petroleum, Britoil, British Steel serta perusahaan listrik dan
air, disertai pemangkasan pengeluaran Negara di bidang sosial dan pendidikan (
yang justru diterapkan di Indonesia baru-baru ini ). Hal ini tentu saja memicu
mahalnya biaya pendidikan dan makin sedikit anak muda yang mendapat pendidikan layak. Sesuatu yang mengakibatkan dirinya menjadi
pejabat Inggris lulusan Oxford pertama yang tidak menerima penghargaan
doctoral. Thatcher juga harus menghadapi gencarnya pemogokan buruh sebagai
imbas kerasnya kebijakan ekonomi saat itu bagi perut orang Inggris. Namun ia
tak gentar, sebaliknya menerapkan aturan baru dalam pengupahan untuk mencegah
keikutsertaan para buruh dalam pemogokan.
Kebijakan itu membuat ratusan ribu warga Inggris
kehilangan pekerjaan dalam waktu singkat. Puluhan ribu keluarga terlantar dan
menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Jutaan anak muda Inggris
menjadi penganggur dan terjebak kesulitan ekonomi, ( yah masih miriplah dengan
keadaan di tanah air ). Mereka yang terpukul mencari penghiburan dalam
pertandingan sepak bola, dan sering kali meluapkan amarah terpendam melalui
perkelahian antar supporter klub kesayangan masing-masing ( mirip lagi, mirip
lagi. Hhh.. ).
Thatcher kembali menurunkan tangan besinya saat terjadinya
Tragedi Hillsborough pada 15 April 1989, klimaks Hooliganisme yang menggejala
sejak awal kekuasannya. Kepolisian Inggris mencatat 766 suporter mengalami
luka-luka dan 96 lainnya tewas akibat berdesakan di tribun penonton
Hillsborough Stadium Sheffield Inggris, saat berlangsungnya partai semifinal
Piala FA antara Nottingham Forest melawan Liverpool. Thatcher menyetujui factor
pendukung Liverpool yang mabuk dan tak membeli tiket sebagai penyebab utama,
sebagaimana tertulis dalam laporan resmi yang dikeluarkan Kepolisian Inggris. Tidak
adanya penyelidikan lanjutan terhadap insiden itu membuat sebagian kalangan,
terutama para sepak bolawan, menuduhnya sebagai bentuk kebencian Maggie,
panggilan Margaret Thatcher, kepada kaum pekerja yang mendominasi jumlah
pendukung sepak bola di Inggris. Puluhan tahun kemudian, tepatnya 13 Oktober
2012, PM David Cameron menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan mengakui
keteledoran pihak kepolisian dalam mengawasi situasi keseluruhan stadion
sebagai kambing hitam yang sebenarnya ( kalau yang ini sih belum tahu kapan
akan mirip ).
( Bagian ini disarikan dari Detik Sport,
Wikipedia dan Kontan.co.id ).
Mengobati Penyakit Lama
Daya ingat manusia
ternyata berbanding terbalik dengan bertambahnya usia, dan kita tidak dapat
menghindarinya. Sebuah tinjauan yang ditulis oleh Dr. Ery Dwisuryono MHKes
menuturkan, menurunnya daya ingat manusia disebabkan oleh dua hal, yaitu factor
organik yang diakibatkan gangguan dalam organ otak, dan factor anorganik yang
didapatkan manusia dari masalah psikologis. Ada beberapa masalah yang ingin
dilupakan manusia karena alasan tertentu. Namun metode penekanan ingatan
semacam ini sekaligus membuang ingatan manusia terhadap hal-hal lain yang tidak
berhubungan dengan masalah yang ingin dilupakan. Kita tidak dapat
menjustifikasi jenis ingatan apa saja yang ingin dilupakan manusia. Satu hal
yang pasti, itu bukanlah ingatan tentang sesuatu yang menyenangkan.
Berbicara tentang kejadian
tidak menyenangkan yang telah terjadi secara nasional, Anda tentu dapat
menyebutkannya satu per satu dengan sangat mudah. Kita belum beranjak jauh dari
bulan Mei, sehingga peristiwa Mei 1998 masihlah layak mendapatkan predikat
sebagai kejadian nasional yang tidak menyenangkan. Ada kerusuhan ( dan
pemerkosaan? ) massal, perusakan fasilitas dan property, penjarahan, penculikan
dan penembakan terhadap aktivis anti-pemerintah. Pada saat yang sama sejumlah
kota besar dan daerah diwarnai dengan aksi demonstrasi besar-besaran memprotes
tindakan aparat yang saat itu dianggap berlebihan dan tak manusiawi, sekaligus
menuntut mundurnya Soeharto dari singgasana kepresidenan. Sejumlah tinjauan
menyimpulkan bahwa krisis ekonomi yang diakibatkan menurunnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar secara drastis di awal 1997 sebagai penyebab utama
kemarahan publik, terutama di Pulau Jawa ( karena tidak semua daerah merasakan
sakitnya efek akibat kenaikan harga barang ).
Manusia dianggap hidup dan
normal setelah mampu memberikan reaksi terhadap sejumlah rangsangan, termasuk
rasa sakit. Ada yang lari ke dalam pelukan hedonism, melawan rasa sakit dengan
melakukan perbuatan yang menimbulkan perasaan gembira meluap-luap untuk
menutupi kepedihan yang bersarang di bawah permukaan. Ada yang meratapinya
seumur hidup dan memohon keajaiban langit datang untuk membawa pergi rasa sakit
selamanya. Ada yang menolak rasa sakit dengan menyakiti dirinya sendiri, sebuah
metode yang biasanya diterapkan oleh sebagian jenis orang yang sudah putus asa
dengan kehidupan-berharap kematian akan datang dengan segera namun terlalu
takut untuk mencabut nyawa sendirian. Ada yang berpura-pura tidak pernah
mengalami rasa sakit, bersikap tidak ada apa-apa, dan memerintah otak untuk
menghapus sama sekali kenangan tentangnya.
Kita bisa saja membuang
jauh-jauh segalanya tentang Mei 1998 ( pembantaian G30S, Tanjung Priok,
Marsinah, Munir, Petrus, DOM Atjeh-Papua, Talangsari, 27 Juli 1996, Waduk
Kedung Ombo, Nipah, Haor Koneng, Sum Kuning, Udin, Dietje maupun Lumpur Lapindo
) dari sel-sel kelabu yang bersemayam dalam otak kita. Namun, hidup itu sendiri
adalah penggalan-penggalan kisah yang terjadi berkat adanya sebab dan akibat,
sebuah proses berkesinambungan yang linier, sepasang sejoli yang tak
terpisahkan kecuali kematian. Kita terpuruk bukan karena takdir, melainkan buah
dari sesuatu yang telah kita lakukan di masa lalu. Memerintahkan otak melupakan rasa sakit
berikut penyebabnya adalah satu kesalahan fatal, yang menyebabkan kita tidak
akan pernah belajar bagaimana cara menghindari terjadinya rasa sakit di masa yang
akan datang.
Kita tahu nama sang
mendiang Jenderal Murah Senyum memang besar, namun seperti manusia lainnya,
dirinya juga tidak sempurna. Masa sih kita harus memberikan maaf, bukan karena
Indonesia adalah bukan dan tak akan pernah menjadi seperti Inggris, tanpa adanya
pengakuan yang dikeluarkan dengan kepala tegak atas dasar kebenaran dan
penghormatan Negara terhadap nasib dan nyawa sekian jumlah warganya yang
menemui ajal secara tidak wajar. Jenderal Murah Senyum memang sudah lama
meninggal, lalu mengapa harus Anda, hai petinggi Negara, malu-malu untuk mengakui bahwa Sang Jenderal
tersenyum untuk menutupi kesalahannya?
Kecuali jika arwah Sang
Jenderal ternyata bergentayangan dan Anda nggak suka hantu.
( swastantika ).