Minggu, 19 Mei 2013

MENCEGAH ARWAH GENTAYANGAN



Jangan khawatir karena saya tidak sedang berupaya mengundang kontroversi dan polemic dengan menjual jasa pemburu hantu, jimat anti miskin, susuk anti memble dan berbagai jasa di bidang metafisika lainnya. Telah disepakati bersama bahwa definisi arwah secara umum adalah sesuatu yang tertinggal dari seseorang yang telah lama meninggal, alias rohnya. Ajaran agama mengatakan bahwa perbuatan manusia semasa hidup akan menentukan dimana tempat arwah mereka nantinya. Manusia jahat berada di tempat yang sepantasnya, begitu pula para manusia budiman. Sementara para manusia hidup yang ditinggalkan tak jemu melantunkan doa agar sang arwah tidak tersesat dan berada di tempat yang salah. 
 
Kita, entah karena penyesalan yang teramat pedih karena kehilangan atau penolakan terhadap kenyataan bahwa dia sudah menjadi sekedar nama, tidak dapat berbuat apapun untuk menolong orang yang sudah meninggal, termasuk dari kesalahan yang telah diperbuat semasa hidupnya. Merupakan sebuah dilemma besar saat mengetahui bahwa sosok malaikat di mata kita, misalnya, merupakan syaitan pembawa bencana bagi segolongan lainnya. Kenyataan yang saling berlawanan semacam ini dapat menjadi sesuatu penelanjangan terhadap segolongan orang yang telah mengabdikan diri kepada juragan bermental menyimpang. Para mantan anak buah mungkin akan menyangkal dengan penuh keluguan, dan mengedepankan ketidaktahuan mereka terhadap pribadi terpendam sang juragan sebagai pleidoi absurd. Mustahil rasanya seorang pembantu tidak dapat mengenali kebiasaan majikannya setelah bekerja atas perintahnya selama bertahun-tahun.
    
Kita punya dua pilihan untuk mengatasinya dengan sukses, menutup telinga rapat-rapat atau mendistorsi secara membahana sisi-sisi putih serta menyamarkan sisi-sisi hitam daripada sang tokoh almarhum/ almarhumah. Meski kedengaran seperti semacam upaya pembohongan public, namun toh sebagian kalangan tetap melaksanakannya. Tidak etis, kilah mereka, tidak ada gunanya mengungkap keburukan tentang seseorang yang sudah meninggal. Yang lalu biarlah berlalu, saatnya kini menatap masa depan. Namun, sebab dan akibat adalah sepasang pengantin yang tidak sejajar, ‘akibat’ lahir sesudah ‘sebab’. Sesederhana seorang petani yang akan selalu membajak sawahnya dari sisi tepi sebelum mencapai bagian utama. Jejak yang terlewati, atau sengaja dilewati, sama sekali tidak membantu seekor anjing untuk menemukan jalan pulang.  Begitupun sebuah jejak yang telah dihapus akan memaksa pengembara membuang waktu lebih lama lagi untuk mencari jalan keluar.  

Tersesat Di Jalan ( Negara ) Tetangga
Kepergian Margaret Thatcher, mantan Perdana Menteri pertama Inggris era 1979-1993, dianggap telah membangkitkan kembali kenangan pahit terhadap momen tergelap dalam sejarah Inggris. Pada hari pemakamannya April lalu, puluhan orang berdiri membelakangi mobil pembawa jenazah Thatcher sebagai penolakan pemberian penghormatan terakhir kepada perempuan yang berjuluk The Iron Lady. Bahkan sebuah poster bertuliskan ‘Dies In Shame’ ( wafat dalam kehinaan ) dibawa salah seorang warga sebagai ucapan pengantar Thatcher ke liang kubur. Bagi sebagian warga Inggris era kepemimpinan Thatcher adalah mimpi buruk yang begitu perih, hingga kematian pun tak mampu membayarnya.

Semasa hidupnya Thatcher adalah penganut ekonomi pasar bebas hasil pemikiran para tokohnya, antara lain Milton Friedman dan Alan Walters. Ia merancang deregulasi keuangan dengan memangkas anggaran pemerintahan dan memasang target inflasi Inggris yang saat itu mencapai 25%. Thatcher percaya bahwa efisiensi pasar akan tercipta dengan sendirinya jika pemerintah mengurangi peran dalam mengontrol pasar. Untuk itu dirinya memprivatisasi sejumlah perusahaan milik pemerintah seperti British Gas, British Petroleum, Britoil, British Steel serta perusahaan listrik dan air, disertai pemangkasan pengeluaran Negara di bidang sosial dan pendidikan ( yang justru diterapkan di Indonesia baru-baru ini ). Hal ini tentu saja memicu mahalnya biaya pendidikan dan makin sedikit anak muda yang  mendapat pendidikan layak.  Sesuatu yang mengakibatkan dirinya menjadi pejabat Inggris lulusan Oxford pertama yang tidak menerima penghargaan doctoral. Thatcher juga harus menghadapi gencarnya pemogokan buruh sebagai imbas kerasnya kebijakan ekonomi saat itu bagi perut orang Inggris. Namun ia tak gentar, sebaliknya menerapkan aturan baru dalam pengupahan untuk mencegah keikutsertaan para buruh dalam pemogokan.

Kebijakan  itu membuat ratusan ribu warga Inggris kehilangan pekerjaan dalam waktu singkat. Puluhan ribu keluarga terlantar dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Jutaan anak muda Inggris menjadi penganggur dan terjebak kesulitan ekonomi, ( yah masih miriplah dengan keadaan di tanah air ). Mereka yang terpukul mencari penghiburan dalam pertandingan sepak bola, dan sering kali meluapkan amarah terpendam melalui perkelahian antar supporter klub kesayangan masing-masing ( mirip lagi, mirip lagi. Hhh.. ). 

Thatcher kembali menurunkan tangan besinya saat terjadinya Tragedi Hillsborough pada 15 April 1989, klimaks Hooliganisme yang menggejala sejak awal kekuasannya. Kepolisian Inggris mencatat 766 suporter mengalami luka-luka dan 96 lainnya tewas akibat berdesakan di tribun penonton Hillsborough Stadium Sheffield Inggris, saat berlangsungnya partai semifinal Piala FA antara Nottingham Forest melawan Liverpool. Thatcher menyetujui factor pendukung Liverpool yang mabuk dan tak membeli tiket sebagai penyebab utama, sebagaimana tertulis dalam laporan resmi yang dikeluarkan Kepolisian Inggris. Tidak adanya penyelidikan lanjutan terhadap insiden itu membuat sebagian kalangan, terutama para sepak bolawan, menuduhnya sebagai bentuk kebencian Maggie, panggilan Margaret Thatcher, kepada kaum pekerja yang mendominasi jumlah pendukung sepak bola di Inggris. Puluhan tahun kemudian, tepatnya 13 Oktober 2012, PM David Cameron menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan mengakui keteledoran pihak kepolisian dalam mengawasi situasi keseluruhan stadion sebagai kambing hitam yang sebenarnya ( kalau yang ini sih belum tahu kapan akan mirip ). 
 ( Bagian ini disarikan dari Detik Sport, Wikipedia dan Kontan.co.id ).

      Mengobati Penyakit Lama
Daya ingat manusia ternyata berbanding terbalik dengan bertambahnya usia, dan kita tidak dapat menghindarinya. Sebuah tinjauan yang ditulis oleh Dr. Ery Dwisuryono MHKes menuturkan, menurunnya daya ingat manusia disebabkan oleh dua hal, yaitu factor organik yang diakibatkan gangguan dalam organ otak, dan factor anorganik yang didapatkan manusia dari masalah psikologis. Ada beberapa masalah yang ingin dilupakan manusia karena alasan tertentu. Namun metode penekanan ingatan semacam ini sekaligus membuang ingatan manusia terhadap hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan masalah yang ingin dilupakan. Kita tidak dapat menjustifikasi jenis ingatan apa saja yang ingin dilupakan manusia. Satu hal yang pasti, itu bukanlah ingatan tentang sesuatu yang menyenangkan.

Berbicara tentang kejadian tidak menyenangkan yang telah terjadi secara nasional, Anda tentu dapat menyebutkannya satu per satu dengan sangat mudah. Kita belum beranjak jauh dari bulan Mei, sehingga peristiwa Mei 1998 masihlah layak mendapatkan predikat sebagai kejadian nasional yang tidak menyenangkan. Ada kerusuhan ( dan pemerkosaan? ) massal, perusakan fasilitas dan property, penjarahan, penculikan dan penembakan terhadap aktivis anti-pemerintah. Pada saat yang sama sejumlah kota besar dan daerah diwarnai dengan aksi demonstrasi besar-besaran memprotes tindakan aparat yang saat itu dianggap berlebihan dan tak manusiawi, sekaligus menuntut mundurnya Soeharto dari singgasana kepresidenan. Sejumlah tinjauan menyimpulkan bahwa krisis ekonomi yang diakibatkan menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar secara drastis di awal 1997 sebagai penyebab utama kemarahan publik, terutama di Pulau Jawa ( karena tidak semua daerah merasakan sakitnya efek akibat kenaikan harga barang ).

Manusia dianggap hidup dan normal setelah mampu memberikan reaksi terhadap sejumlah rangsangan, termasuk rasa sakit. Ada yang lari ke dalam pelukan hedonism, melawan rasa sakit dengan melakukan perbuatan yang menimbulkan perasaan gembira meluap-luap untuk menutupi kepedihan yang bersarang di bawah permukaan. Ada yang meratapinya seumur hidup dan memohon keajaiban langit datang untuk membawa pergi rasa sakit selamanya. Ada yang menolak rasa sakit dengan menyakiti dirinya sendiri, sebuah metode yang biasanya diterapkan oleh sebagian jenis orang yang sudah putus asa dengan kehidupan-berharap kematian akan datang dengan segera namun terlalu takut untuk mencabut nyawa sendirian. Ada yang berpura-pura tidak pernah mengalami rasa sakit, bersikap tidak ada apa-apa, dan memerintah otak untuk menghapus sama sekali kenangan tentangnya.

Kita bisa saja membuang jauh-jauh segalanya tentang Mei 1998 ( pembantaian G30S, Tanjung Priok, Marsinah, Munir, Petrus, DOM Atjeh-Papua, Talangsari, 27 Juli 1996, Waduk Kedung Ombo, Nipah, Haor Koneng, Sum Kuning, Udin, Dietje maupun Lumpur Lapindo ) dari sel-sel kelabu yang bersemayam dalam otak kita. Namun, hidup itu sendiri adalah penggalan-penggalan kisah yang terjadi berkat adanya sebab dan akibat, sebuah proses berkesinambungan yang linier, sepasang sejoli yang tak terpisahkan kecuali kematian. Kita terpuruk bukan karena takdir, melainkan buah dari sesuatu yang telah kita lakukan di masa lalu.  Memerintahkan otak melupakan rasa sakit berikut penyebabnya adalah satu kesalahan fatal, yang menyebabkan kita tidak akan pernah belajar bagaimana cara menghindari terjadinya rasa sakit di masa yang akan datang.

Kita tahu nama sang mendiang Jenderal Murah Senyum memang besar, namun seperti manusia lainnya, dirinya juga tidak sempurna. Masa sih kita harus memberikan maaf, bukan karena Indonesia adalah bukan dan tak akan pernah menjadi seperti Inggris, tanpa adanya pengakuan yang dikeluarkan dengan kepala tegak atas dasar kebenaran dan penghormatan Negara terhadap nasib dan nyawa sekian jumlah warganya yang menemui ajal secara tidak wajar. Jenderal Murah Senyum memang sudah lama meninggal, lalu mengapa harus Anda, hai petinggi Negara, malu-malu untuk mengakui bahwa Sang Jenderal tersenyum untuk menutupi kesalahannya?
Kecuali jika arwah Sang Jenderal ternyata bergentayangan dan Anda nggak suka hantu.
     ( swastantika ).       

Ketika Self-Respect Sirna Ditelan Pragmatisme

Menarik janji dan pendirian seolah menjadi tren, dan para pelakunya pun tak lagi khawatir akan konsekuensi perilaku menyimpang semacam ini. ...