Jumat, 14 Juli 2017
Sabtu, 10 Juni 2017
Kesalahan Terbesar
‘And if you don’t believe the sun will
rise, stand alone and greet the coming night in the last remaining light.’
(Chris Cornell)
Seorang pecinta musik rock mengatakan,
adalah alternative rock yang patut dipersalahkan sebagai biang surutnya kejayaan
musik rock di era 90-an. Kalau melihat sejarah, alternative rock 90-an (untuk
membedakannya dengan pendahulunya, gelombang alternative rock 60-an) mulai
menggila sebagai respon atas kejenuhan pasar musik rock yang saat itu dikuasai
dua nama besar, Metallica dan Guns N’ Roses. Black Album dan Use Your Illusion
I & II merajai chart top album di berbagai negara. Pencapaian dua super
grup ini bisa dibilang sebagai klimaks, dalam hal
penjualan album maupun musikalitas belantara rock. Namun, Brahmagupta (astronom India yang karya-karyanya banyak mempengaruhi ilmu
matematika Arab di abad ke-9) dalam teori gravitasinya mengatakan, ‘The earth is the only low
thing, and seeds always return to it, in whatever direction you may throw them
away, and never rise upwards from the earth‘ (Bumi adalah satu-satunya yang
terendah, dan benih selalu kembali kepadanya ke arah manapun engkau
melemparkannya, dan tidak akan pernah jauh meninggalkan bumi). Singkatnya, apa saja yang terlontar ke atas pada akhirnya akan jatuh kembali ke tanah.
Anda yang menghabiskan masa remaja di
era 90-an tentu masih ingat seperti apa kehidupan sosial, politik, dan budaya
di sekitar pada saat itu. Kita di sini hidup ‘baik-baik saja’ tanpa kekurangan.
Butuh waktu beberapa tahun sebelum akhirnya kita sadar bahwa semua itu adalah
tabir yang dikenakan rezim lama. Saat itu di luar sana ada banyak gejolak. Ada runtuhnya Tembok Berlin. Ada juga Perang
Teluk yang berakhir dengan kemenangan Amerika Serikat. Namun, sebelum para
tentara AS berangkat ke Kuwait di tahun 1992, para pebisnis negara itu tengah
gelisah akibat resesi ekonomi di awal
90-an yang merupakan rentetan dari Black Monday di tahun 1987. Apa itu
Black Monday? Ini adalah sebuah fenomena jatuhnya harga saham di seluruh dunia
pada saat bersamaan. Mengapa? Satu alasan utamanya adalah akibat praktek
program trading yang tak terkendali. Apa itu program trading? Suatu teknik yang
digunakan dalam sekuritas untuk memperdagangkan lima belas atau lebih saham
dalam waktu bersamaan pada kondisi tertentu. Tujuannya jelas, yaitu untuk
menjual sebanyak mungkin saham dalam waktu singkat dan meraup untung
sebanyak-banyaknya. Dampak resesi juga terasa di beberapa negara seperti
Inggris, Australia dan Selandia Baru. Bubarnya Uni Soviet di 1989 juga membawa
Finlandia ke dalam resesi karena terjadi penurunan perdagangan dengan Rusia
hingga 70%.
Manakah yang lebih enak, susah dulu
baru senang atau senang dulu baru susah? Apapun yang terjadi lebih dulu, akan
selalu ada yang namanya masa transisi. Sebuah masa atau periode waktu yang
tidak terlihat secara fisik dan diciptakan sendiri oleh pola pikir manusia
sebagai bentuk kejeniusannya untuk beradaptasi dengan perubahan. Kaum muda
90-an dipaksa menghadapi dua masa transisi. Yang pertama adalah masa transisi
yang terjadi di luar diri mereka, yaitu perubahan dari hidup enak menjadi hidup
serba sulit akibat resesi. Di saat yang sama, seperti anak muda di era manapun,
mereka berada dalam masa transisi yang terjadi di dalam dirinya, yaitu perubahan dari anak-anak menuju dewasa. Kegalauan menghadapi dua masa transisi
sekaligus pada saat yang sama membuat banyak anak muda mendidih. Bagaikan
bendungan yang jebol akibat derasnya luapan emosi, mereka melakukan apa saja
asal teriakan mereka bisa didengar. Mereka tak peduli lagi dengan kord-kord
njelimet ala Jimmy Page, atau suara melengking tinggi khas vokalis hair metal
(grup rock yang anggotanya berambut gondrong). Gemerlap kostum para rock star
papan atas dianggap bertolak belakang dengan realita. Mereka inginkan sesuatu
yang lebih mampu merefleksikan keterpurukan massal yang terjadi pada saat itu.
Resesi ekonomi juga membuat banyak
bahtera rumah tangga terguncang dan berujung perceraian. Seorang anak lelaki
korban perceraian di Seattle yang hobinya menggambar Donal Bebek dan
mendengarkan The Beatles, berubah dari anak yang riang menjadi pemurung. Ia
kecewa pada orang tuanya, malu pergi ke sekolah lantaran selalu di-bully karena
dua orang tuanya tidak tinggal serumah. Pada usia belasan tahun ia membawa
pakaian-pakaian dan rekaman Ramones-nya pergi dari rumah karena tak ingin
merepotkan ibunya lagi. Ia tinggal di rumah kosong bersama teman-temannya,
mabuk narkoba sambil menulis lagu. Nada-nada gitarnya sederhana dan mungkin
sedikit sumbang, ia berteriak bukan bernyanyi di atas panggung bar-bar murahan.
Gaya pakaiannya yang sederhana dan nada bicara sumpah serapah di kemudian hari akan menjadikannya idola. Betul, nama cowok itu Kurt Cobain.
Lahir Dari Kelemahan
Kurt dan teman sekolahnya, Chris Novoselic
sama-sama suka The Melvins, grup rock AS dari tahun 1983 yang meng-cover lagu
Jimi Hendrix sekaligus memainkan hardcore punk. Bersama Chad Channing (yang
kemudian digantikan oleh Dave Grohl), mereka bertiga di bawah nama Nirvana merekam
album pertama, Bleach. Album dengan lagu-lagu yang terinspirasi punk 80-an dan heavy
metal 70-an dirilis tak lama setelah mereka menandatangani sebuah kontrak di tahun 1988 bersama Sub
Pop, sebuah label rekaman asal Seattle, AS. Pada masa itu Seattle digambarkan
sebagai sebuah kota yang sangat miskin, berpenduduk kaum pekerja, sebuah
tempat dengan segala kekurangan. Sebuah kota kelas dua dengan music scene aktif
yang diabaikan media AS. Dibandingkan Los Angeles yang era itu menjadi pusat musisi hard rock dan glam metal, gaung Seattle kurang gahar. Di
kota inilah istilah grunge pertama kali diucapkan oleh Mark Arm, vokalis band
Seattle, Green River (kemudian menjadi Mudhoney) di tahun 1981 dan muncul
menjadi genre sempalan musik rock. Grunge secara harafiah berarti
lemah, jorok, dan berlumpur. Konon, Kurt dikabarkan kurang suka dengan label
grunge pada musiknya. Ia lebih suka disebut sebagai seorang punk daripada
vokalis grunge. Label itu bisa jadi ada kaitannya dengan tembang-tembang dalam album Bleach yang
diilhami sebuah poster anti AIDS tentang seorang pecandu sedang
menyuntikkan heroin ke lengannya. Orang yang suka menyakiti dirinya sendiri
akan selalu dianggap lemah, ya nggak? Dan Kurt ternyata bukan satu-satunya
orang yang merasa dirinya lemah.
Kemiskinan bisa membuat orang merasa
tak berdaya, itu bukan berita baru. Bagaimana jika perasaan tak berdaya itu
bersarang di hati para muda? Sudah jelas para orang tua akan merasa
kebingungan. Apa jadinya bangsa dan negara kita ini nanti, dsb? Sebuah situs menyatakan, ada tujuh tanda yang dimiliki
orang berkepribadian lemah. Katanya, orang lemah adalah mereka yang sering komplain pada keadaan, mudah marah, menyerah tanpa berusaha, tak mau keluar
dari zona nyaman, iri pada kesuksesan orang lain, dan mengabaikan saran orang
lain. Jika tanda-tanda di atas dibaca oleh seseorang, dua orang, tiga orang atau sekelompok
orang yang ingin memprotes kenaikan sebuah tarif, sedang emosi karena terjebak
macet, tidak berbicara dalam debat untuk menghindari ketegangan, selama
bertahun-tahun mengerjakan pekerjaan yang sama karena tidak ada pekerjaan lain
yang tersedia, hendak memprotes seseorang yang sukses karena memiliki bukti bahwa karya si orang sukses adalah hasil plagiasi, dan bersikap hati-hati memilih nasihat, mungkin untuk sesaat ia
akan merasa dirinya lemah. Dua masa transisi terjadi pada saat yang bersamaan menumbuhkan kesadaran terhadap ketertindasan. Sedangkan ketertindasan, menurut pandangan beberapa orang, seharusnya sudah cukup mampu mengubah
kelemahan seseorang menjadi kekuatan. Bukankah dari ketertindasan akan muncul
pembela kebenaran, persis seperti kisah film superhero? Menurut pandangan yang
cukup dipercaya generasi muda pada saat itu, tak perlulah menjadi pahlawan.
Sudah bisa bertahan hidup saja sudah bagus.
Beruntunglah Kurt mendapat pengetahuan
musik klasik semasa kecilnya. Ketakberdayaannya diekspresikan
dalam bentuk lagu, direkam, lalu diperdengarkan dan dimainkan di depan
anak-anak muda Seattle lainnya. Para penonton pun terperangah, terhipnotis
untuk berteriak bersamanya. Album kedua Nevermind dirilis pada 1991, berhasil
merajai puncak teratas tangga lagu di seluruh dunia selama 252 minggu, menjadi
salah satu album rock terlaris sepanjang masa. Pencapaian fenomenal Kurt dan
kawan-kawannya membuat anak muda Seattle ikut merasa bangga. Sebuah scene termarjinalkan berhasil mencatatkan namanya di peta musik internasional.
Seorang pemadat lulusan SMA dari keluarga berantakan menjelma menjadi rock star,
siapa yang menyangka? Orang lemah tidak
akan terpuruk selamanya, itulah yang dipercaya sekian anak muda kala itu. Akan ada masa ketika orang
lemah bisa menegakkan kepala. Happy ending yang manis? Ternyata
belum.
Inferior vs Superior
Mirip seperti punk yang menjadi
akarnya, grunge pun tumbuh sebagai subkultur. Band-band grunge awal merekam
musik mereka di studio berbujet rendah, memproduksi zine fotokopian atau
tulisan tangan, dan menulis lagu-lagu bertema ingin bebas, pertentangan antar
kelas sosial dan atau kemurkaan. Pada saat yang sama mereka, termasuk Kurt,
juga menulis lirik tentang keputusasaan, bunuh diri, depresi, kekerasan
seksual, kehancuran rumah tangga, kecanduan narkoba, dan kebencian pada diri
sendiri. Kemurkaan terhadap kondisi sekitar yang sama kuatnya dengan kemurkaan terhadap
diri membuat mereka membutuhkan banyak energi untuk tetap bisa mengekspresikan
ketidakpuasan ke dua arah yang berbeda. Ditambah dengan sugesti kaum lemah
yang telah terlanjur tertanam sejak awal, mereka mudah merasa lelah jiwa raga dan mudah kehabisan energi untuk mengekspresikan ide-ide yang berteriak dalam kepala. Di tengah kelelahan
itu heroin muncul sebagai obat kuat, sebagai substansi yang (menurut kesaksian seorang mantan pecandu) : ‘Rasanya seperti ledakan kecil kenikmatan
murni. Semua terasa indah dan penuh rahmat. (Setelah menggunakan heroin) Aku
mencintai segalanya.’
Tak ada halangan bagi batin yang
tenang untuk menghasilkan karya-karya luar biasa. Akan tetapi ketenangan itu
dicapai berkat campur tangan pihak ketiga, yaitu si heroin. Sama seperti
seorang lulusan SMP dengan NUN biasa-biasa saja yang berhasil masuk SMA favorit
melalui ‘jalan belakang’. Sama-sama dipaksa bertindak melampaui batas
kemampuannya. Pun heroin adalah zat kimia yang membuat penggunanya merasa
kurang ‘tinggi’ berapapun takaran yang dikonsumsi. Pada takaran tertentu
penggunaan heroin bisa menyebabkan seseorang tidak hanya teler berat, tapi juga
menjemput ajal. Jenazah Kurt Cobain ditemukan tiga hari setelah ia meninggal
pada 8 April 1994 dengan luka tembak di kepala dan heroin melebihi ambang batas
normal dalam tubuhnya. Diduga Kurt (yang di kemudian hari diketahui menderita
sindroma bipolar) mengalami depresi berat akibat kesuksesan fenomenal Nirvana.
Masa kecil yang kurang bahagia meninggalkan jejak inferiority complex dalam
diri Kurt. Sebuah kecenderungan di mana seseorang merasa dirinya tidak
berharga, takut gagal, ragu dan tidak pasti tentang dirinya sendiri, merasa
dirinya tidak seperti standar yang berlaku. Keberhasilan menjadi rock star
membuat Kurt menemukan apa yang ia cari selama ini, rasa bangga pada diri
sendiri. Ia memang telah berusaha keras mempertahankan rasa bangga itu tetap
ada, yaitu dengan menciptakan musik untuk bandnya. Namun, ia telah memilih
jalan yang salah karena mengandalkan bantuan pihak ketiga (heroin) agar tetap bisa berkarya.
Banyak cara yang dilakukan manusia
untuk menutupi kelemahan mereka, terlepas apakah kelemahan itu benar-benar ada
atau hanya ada dalam pikiran mereka sendiri. Jika Kurt dan beberapa anak muda
mencoba mengatasi rasa lemah dengan melarikan diri dalam pelukan heroin, ada
sebagian orang yang menempuh jalan sebaliknya. Mereka mencoba membuat masyarakat sekitar melupakan fakta bahwa
mereka memiliki kekurangan. Caranya adalah dengan memamerkan apa saja
yang mereka miliki. Entah itu harta, keindahan fisik, kesuksesan dalam karir,
pasangan yang cantik, anak-anak yang lucu, kecerdasan, dll. Kecenderungan ini merupakan kebalikan dari inferiority complex yang
disebut superiority complex. Para ahli psikologi pun sepakat bahwa superiority complex adalah mekanisme bertahan seseorang dengan inferiority complex sebagai upaya aktualisasi diri di masa-masa sulit. Superiority complex jauh lebih berbahaya karena seseorang yang memilikinya bisa melakukan apa
saja demi mempertahankan superioritasnya. Agar meraih sukses untuk selamanya,
ia tak segan membabat habis apa saja yang menghalangi jalannya. Perbedaan
prinsip dan pandangan adalah haram. Kritik dipandang sama dengan hinaan dan
wajib dibasmi sampai ke akar-akarnya, tak peduli akar itu bernyawa atau tidak. Sungguh luar biasa bukan apa yang bisa
dilakukan seorang manusia demi menutupi kelemahannya?
(swastantika)
Langganan:
Postingan (Atom)
Ketika Self-Respect Sirna Ditelan Pragmatisme
Menarik janji dan pendirian seolah menjadi tren, dan para pelakunya pun tak lagi khawatir akan konsekuensi perilaku menyimpang semacam ini. ...
-
Kesulitan ekonomi bukanlah sesuatu yang memalukan, bisa menimpa siapa saja dan di mana saja, mulai dari seorang ibu tunggal di pedesaan samp...
-
Karena satu dan lain hal, kita berutang pada seseorang, sebuah bank, pinjaman online, atau pihak manapun sebagai pemberi pinjaman. Dengan me...
-
Menarik janji dan pendirian seolah menjadi tren, dan para pelakunya pun tak lagi khawatir akan konsekuensi perilaku menyimpang semacam ini. ...