Sempurna itu indah, lebih unggul dari lainnya. Merasa memiliki kesempurnaan adalah apa yang dibutuhkan mayoritas orang untuk bangga dan puas dengan hidup mereka agar terhindar jadi bahan olokan di muka umum. Entah itu kesempurnaan yang datang dari hasil kerja keras mereka, atau didapatkan sebagai warisan.
Mereka yang berhasil mengeklaim kesempurnaan setelah melalui
jatuh bangun dalam usaha mereka akan cenderung menjaga “prestasi” ini baik-baik
agar tidak lepas begitu saja, karena mempertahankan sesuatu lebih sulit
daripada meraihnya.
Ketika Perang Ukraina meletus 24 Februari 2022,
negara-negara yang enggan memilih kubu menyatakan diri sebagai pihak netral.
Beberapa dari mereka menunjukkan itikad baik sebagai mediator, entah karena
sangat terganggu konflik Eropa Timur itu atau memang berniat jadi penengah;
sikap yang menurut beberapa kultur dan ajaran agama sebaiknya dikedepankan
ketika kita terjebak di tengah kemelut perseteruan. Salah satu di antara
kelompok netral ini adalah Turki.
Selain mengajukan diri sebagai mediator antara pihak Rusia
dan Ukraina, pada Juni 2022 Turki bersedia mefasilitasi ekspor biji-bijian
Ukraina dan Rusia ke negara-negara yang membutuhkan.
Turki juga menampung lima orang tahanan perang dari pihak
Ukraina dari Batalyon Azov setelah kekalahan dari pasukan Rusia dalam
pertempuran panjang di pabrik baja Azovstal 2022 lalu melalui perjanjian resmi
antar pemerintah Turki-Rusia.
Entah mengapa Turki sekonyong-konyong mengubah sikap.
Presiden Recep Erdogan mengundang Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky secara
pribadi untuk berkunjung ke negaranya dan membawa pulang lima tahanan perang
yang seharusnya tidak menghirup udara bebas sampai operasi militer Rusia di
Ukraina berakhir. Pihak Rusia, tentu saja, menyesalkan pelanggaran kesepakatan
yang dilakukan Turki di awal musim panas 2023.
“Iman”
Iman (faith)
adalah kesediaan untuk percaya dengan penuh keyakinan tanpa keraguan dan
penolakan terhadap sesuatu (atau seseorang) yang pada gilirannya memengaruhi falsafah,
pandangan hidup, tingkah laku, sikap, dan perbuatan sehari-hari. Iman bukan
hanya menyangkut-paut dunia rohani atau sebagai pernyataan keadaan religiusitas
seseorang, meskipun istilah ini nyaris jarang meninggalkan dua wilayah itu.
Menurut riwayatnya, faith (iman) dikenal sejak abad 13 sebagai sebuah kata yang
bermakna “keyakinan pada kepercayaan atau janji; kesetiaan pada seseorang.”
Kata ini merupakan bentukan dari kata Prancis Kuno feid yang berarti “kepercayaan, percaya, keyakinan, ikrar” dari
sebuah kata Latin fides dengan makna
“percaya, iman, keyakinan, kepercayaan, kredo, anutan.”
Ada dinamika dalam makna orisinil faith selama abad 14 ketika kata ini digunakan untuk mendefinisikan
persetujuan akal pikiran pada kebenaran pernyataan yang buktinya tidak lengkap,
khususnya dalam hal keyakinan pada hal-hal religius. Awalnya, faith digunakan untuk merujuk referensi
yang berkaitan dengan agama apapun, lebih jauh lagi, referensi tentang persuasi
agama. Makna faith kembali meluas di
akhir abad yang sama sebagai “keyakinan pada seseorang atau sesuatu yang
merujuk pada keadaan yang sebenarnya dan dapat dipercaya.”
Karena mengejar kesempurnaan tidak selamanya baik, orang tua
dan para pendahulu menasehati kita untuk lebih fokus pada menjaga kualitas
kepribadian atau karakter sebagai manusia melalui laku sederhana yang tidak
sundul langit. Di antaranya, dengan menepati janji.
Manusia membuat janji hampir setiap hari pada siapapun;
keluarga, kolega, pasangan, atasan, penagih utang … Himpitan kesulitan hidup
yang makin berat akibat berbagai hal mendorong manusia untuk buru-buru
melepaskan diri dari tekanan dengan membuat janji tanpa memperhitungkan kemampuan
diri untuk memenuhi janji tersebut.
Berlandaskan penjabaran asal dan makna kata faith secara luas di luar konteks agama di atas, tidak salah bila ditafsirkan
bahwa seseorang murtad (apostate)
saat ia melanggar janji yang telah diikrarkannya sendiri, di mana kemurtadan
adalah apokalips; sebuah tonggak penanda akhir dan awal suatu fase akibat
tersingkapnya sebuah kasunyatan yang
menimbulkan penolakan kelompok atau kalangan tertentu. Ketika dunia ibarat
runtuh bagi mereka yang kita khianati, di saat yang sama dunia mekar bersemi
bagi mereka yang mendapat profit sebagai hasil pengingkaran janji tersebut.
“Tertuduh” yang setia
Memercayai sesuatu adalah bagian dari hak dasar manusia yang
dilindungi hukum internasional, termasuk kebebasan untuk memutuskan berganti
keyakinan atau mengalihkan kepercayaan dari satu entitas ke entitas lainnya.
Peradaban manusia akan tetap ada selama Bumi masih ada, dan senantiasa mengubah
diri demi bertahan untuk tetap ada.
Sama halnya keyakinan manusia bisa luntur dan pergi ke
tempat lain (hijrah) ketika ia merasa dirinya tak lagi mampu bertahan untuk
tetap ada akibat memegang keyakinan lamanya. Perpindahan ini diputuskan di
bawah dorongan keyakinan yang timbul setelah menerima persuasi bahwa tempat
baru lebih baik.
Pada cuplikan salah satu skena Perang Ukraina di atas, Turki
yakin sudah bertindak benar dengan melepaskan lima tahanan perang Ukraina
supaya mereka bisa kembali membela negaranya. Demi bertindak di jalan
kebenaran, Turki mengkianati kepercayaan sahabatnya, Rusia, dan mengorbankan
hubungan baik yang sudah berjalan puluhan tahun. Meskipun ajaran berbagai agama
besar menganjurkannya, menegakkan kebenaran tidak selalu berdampak manis bagi
semua pihak -- selalu akan ada yang merasa dikecewakan.
Menyadari bahwa dirinya bukan “orang baik-baik”, seseorang
akan cenderung mengalihkan rasa sakit itu ke hal-hal lain yang diharapkan dapat
meredakannya. Mungkin ia akan rajin beribadah atau terlibat aktivitas amal
untuk membuang uang jutaan dolar demi menebus “dosa-dosanya”. Apakah semua itu
akan membuat Tuhan tergerak untuk mengampuni kita? Kita tidak pernah tahu,
kecuali kita meninggalkan dunia ini dan bisa kembali ke rumah untuk bercerita
tentang pengalaman kita.
Oleh karena itu, mengejar kesempurnaan adalah ikhtiar yang sia-sia karena tidak ada yang sempurna di dunia ini. Dibutuhkan kerja keras secara fisik maupun mental untuk bersedia menerima tanpa penolakan tentang kenyataan itu, sembari tetap melakukan yang terbaik sesuai bidang kita masing-masing.